Dalam merespon kebijakan kepemilikan tunggal (single presence policy) yang dikeluarkan Bank Indonesia, Pemerintah Malaysia ternyata menempuh strategi yang berbeda dengan Singapura. Singapura memilih menjual Bank BII kepada Maybank (Malaysia) dan tetap mempertahankan Bank Danamon. Sebaliknya Malaysia justru memilih menggabungkan (merger) Bank Niaga dengan Bank Lippo, menjadi nama baru Bank CIMB Niaga.
Dengan cara ini, bank hasil merger ini akan menyalip Bank Danamon dalam kepemilikan asset dan menjadi bank kelima terbesar di Indonesia. Sebelumnya, Niaga ada di posisi tujuh sedangkan Lippo ada di urutan ke-11.
Menurut Investor Daily (3/6), proses merger ini telah mendapat persetujuan dari Pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia serta menelan biaya lumayan besar, Rp 1,112 Triliun. Merger akan dimulai dengan penyelesaian aspek legal Oktober 2008 dan diharapkan selesai tuntas akhir 2009.
Apakah ini akan memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia dan karyawan kedua bank tersebut? Menurut Jubir Presiden Dino Patti Djalal merger ini akan berdampak baik pada perekonomian Indonesia karena akan makin banyak investasi Malaysia masuk ke Indonesia (?!). Sedangkan Wakil Perdana Menteri Malaysia Dato Sri Mohd Najib Razak mengatakan tidak akan ada PHK karyawan bahkan akan dibuka lowongan baru karena CIMB Niaga akan melakukan ekspansi, termasuk membuka bank Syariah.
Memang masih terlalu dini untuk menyimpulkan baik buruknya, kita lihat saja nanti perkembangannya. Hanya saja, bagi karyawan Niaga dan Lippo tentunya ini merupakan peluang sekaligus ancaman. Untuk yang memiliki kompetensi yang sesuai, jalur karir internal menjadi semakin terbuka bukan saja di CIMB Niaga bahkan bisa sampai ke perusahaan Holding atau perusahaan lain dalam grup.
Sedangkan bagi yang tidak memiliki kompetensi yang cocok, harus siap-siap masuk kotak atau mencari alternatif karir di perusahaan lain!
Jika dilihat dari kacamata persaingan, ini adalah salah satu bentuk strategi Malaysia bersaingan dengan Singapura di Indonesia dan Asia Tenggara. 😉